Slot Permai99 Kakekpro Daftar Rajaslotter Asia Ghacor RTP Pusatslot Alternatif Poker QQOnline303 Daftar Kayatogel
Skip to content
Home » Aset Crypto Bisa di Pakai Untuk Tindak Pidana?

Aset Crypto Bisa di Pakai Untuk Tindak Pidana?

Aset Crypto Bisa di Pakai Untuk Tindak Pidana

Aset Crypto secara umum dinilai memiliki kerentanan sebagai alat pembayaran dalam aktivitas kejahatan pidana. Pendapat ini diungkapkan oleh Kejaksaan Agung dalam salah satu Focus Group Discussion (FGD) yang mengangkat topik “Penanganan Aset Crypto dalam Kasus Kriminal.”

Tujuan dari FGD ini adalah untuk menghasilkan rekomendasi yang dapat mendukung penyusunan pedoman Jaksa Agung dan surat edaran terkait penanganan aset Crypto dalam konteks kasus pidana.

Dr. Asri Agung Putra, Staf Ahli Jaksa Agung Bidang Pertimbangan dan Pengembangan Hukum, menggarisbawahi bahwa penegakan hukum dalam era transformasi digital saat ini harus menghadapi modus operandi kejahatan yang semakin canggih, di antaranya adalah penggunaan mata uang Crypto. Ia menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam tentang cara-cara kejahatan menggunakan aset Crypto, sehingga langkah-langkah yang efektif dapat diambil dalam menangani kasus-kasus kriminal yang melibatkan cryptocurrency.

Kejaksaan Agung berusaha untuk memahami sepenuhnya peran dan potensi risiko yang terkait dengan aset Crypto dalam konteks hukum pidana. Diharapkan bahwa hasil dari FGD ini akan memberikan panduan yang lebih baik bagi jaksa dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan aset Crypto, sehingga keadilan dapat ditegakkan dengan lebih efektif dalam era digital yang terus berkembang.

Berdasarkan Data BAPPEBTI

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditas (BAPPEBTI), terlihat bahwa jumlah pengguna aset Crypto yang terdaftar di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2021, terdapat sekitar 11,2 juta pengguna aset Crypto, sedangkan pada tahun 2022, jumlah ini melonjak menjadi sekitar 16,55 juta pengguna. Selain itu, nilai total transaksi aset Crypto mencapai Rp296,66 triliun pada bulan November 2022.

Dr. Asri Agung Putra, seorang Staf Ahli Kejaksaan Agung, menyoroti data tersebut dan mengungkapkan bahwa peningkatan jumlah pengguna aset Crypto memberikan gambaran faktual tentang potensi penggunaan aset Crypto dalam aktivitas kejahatan di Indonesia dalam skala yang cukup besar.

Asri Agung Putra menjelaskan bahwa aset Crypto seringkali digunakan sebagai alat untuk melakukan beragam tindakan pidana atau sebagai hasil dari aktivitas kejahatan tersebut. Tindakan kriminal yang melibatkan aset Crypto mencakup berbagai skema, seperti pembobolan email bisnis, penipuan skema phising, pemerasan, serangan ransomware, pembajakan Crypto, skema ponzi, penipuan dalam hubungan percintaan atau pekerjaan, bisnis layanan keuangan yang tidak berlisensi, aktivitas di dark web, penyebaran pornografi anak, perdagangan narkotika, peredaran senjata, hingga keterlibatan dalam aktivitas terorisme dan pencucian uang.

Dalam konteks hukum, aset Crypto sering kali menjadi barang bukti yang sangat rentan. Nilai aset Crypto cenderung fluktuatif, mudah berubah, dan dapat dipindahtangankan dengan cepat. Oleh karena itu, penanganan aset Crypto harus dilakukan secara cepat dan tepat, terutama dalam konteks pembuktian tindak pidana.

Asri Agung Putra menekankan bahwa tanggung jawab pembuktian terletak pada aparat penegak hukum, terutama dalam menjaga integritasnya selama proses penanganan aset Crypto, mulai dari tahap penyelidikan hingga pelaksanaan putusan pengadilan.

Namun, penanganan aset Crypto sebagai barang bukti juga menghadapi berbagai kendala. Salah satu kendala utama adalah metode konvensional dalam menangani aset Crypto, seperti mengonversi aset tersebut menjadi mata uang fiat (tunai). Selain itu, penentuan nilai aset Crypto seringkali tidak pasti, serta terdapat permasalahan terkait kedudukan aset Crypto sebagai barang bukti dan cara mengidentifikasi aset Crypto pada setiap tahapan penanganan perkara.

Untuk mengatasi berbagai kendala ini, Kejaksaan Agung berupaya untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk penyidik, jaksa, hakim, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BAPPEBTI, serta pedagang aset Crypto. Tujuannya adalah untuk mencapai kesepahaman bersama terkait perkembangan aset Crypto dan menjalankan tugas penanganan kasus yang melibatkan aset Crypto secara efektif. Hal ini dilakukan agar peradilan dapat berjalan lancar dan keadilan dapat ditegakkan dalam era digital yang terus berkembang ini.